“Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Rasanya separuh diriku hancur. Aku tidak tahu harus bagaimana. Rasanya sangat lesu dan membuatku sangat mengantuk. Aku tidak ingin melakukan apa pun. Aku hanya ingin diam dan menunggu jawaban, sebenarnya apa yang sedang terjadi.”
Apakah
kalian tahu apa itu homesick?
Beberapa hari yang lalu aku terkena homesick hampir dua minggu full. Padahal
dulu di hari pertama aku menginjakkan kaki di kota ini semuanya baik-baik saja.
Semuanya berjalan normal, sangat normal malah. Ketika teman-teman yang lain
sibuk menghubungi orang tua mereka di kampung halaman, aku hanya mendengarkan
curahan hati mereka yang katanya merindu. Ketika mereka semua bercerita
bagaimana mata mereka bengkak di pagi hari karena menangis semalaman, aku hanya
menjadi pendengar yang baik.
Ternyata
sekarang semua itu seolah-olah berputar arah. Aku benar-benar ‘sakit’ dan
membutuhkan ‘sesuatu’ untuk menghilangkan sakitnya. Di awal aku kembali ke
kamar kos, aku langsung teringat dengan pesan Ummi, “Begitu sampai kamar
langsung bersih-bersih. Jangan lupa beli makan dulu sebelumnya, biar habis
beres-beres langsung bisa makan malam.” Aku melakukan apa yang dipesan Ummi.
Debu
menumpuk di atas meja, di atas lemari, bahkan kamar mandi juga menjadi kotor
padahal jelas tidak ada yang memakainya selama sebulan. Aku menemukan dua mayat
kecoa yang mengambang di lubang kloset. Meskipun jijik aku tetap
membersihkannya, toh aku juga yang akan menggunakan kamar mandi itu. Setelah
itu aku memasang sprai dan kawal bantal. Untung sebelum pergi aku sudah
membersihkan semuanya, jadi istilahnya hanya tinggal memoles sedikit dan semua
akan kembali bersih.
Kemudian
aku mulai membuka koper dan mengeluarkan barang-barang bawaan dari Jogja. Ada canguk (dibaca cang-uk makanan dari
Bantul), susu, termos, apel malang 2 kilo, klorofil, minyak ikan, oleh-oleh
untuk ibu kos, dan masih banyak lagi. Baju-baju kumasukkan ke dalam lemari,
semua kutata dengan rapi. Tiba-tiba entah bagaimana, aku merasa begitu sedih.
Sangat sedih. Rasanya aku ingin menangis dan yeah pecahlah sudah air mata.
Aku
bicara dengan Mega lewat Line Messanger:
“Meg kayaknya gua homesih deh.”“Kan apa juga aku bilang.”“Rasanya aku mau nangis Meg. Lu ikut bakar-bakar?”“Udah keluarin aja, dari pada nggak enak. Makanya aku udah bilang kalau balik ke sini jangan mepet-mepet, kan jadinya homesick. Kagak gua kagak ikut.”“Yaudah sama. Dah ya, gua mau nangis dulu.”“Yoi.”
Benar.
Bukan hanya sekedar bualan lewat chat saja. Aku beneran nangis. Menangis
seperti anak kecil yang ditinggal ibunya di TK di hari pertama masuk sekolah.
Secengeng ini kah aku? Memalukan. Tapi tidak bisa dipungkiri memang begini
adanya. Aku tidak kuasa menahan kesedihan. Seolah-olah hati ini berbisik, “Aku ingin pulang.” Apa daya besok sudah
masuk kuliah dan sebulan itu sudah terlalu lama untuk masa liburan (walaupun
tidak terasa sama sekali cih).
Kutuliskan
isi hatiku pada buku harian yang tanggalnya selalu lompat-lompat, tanda jarang
diisi. Tapi untung masih ada buku harian yang selalu menyelamatkan kegelisahan
hati. Tipikal orang yang jiwanya merasa lebih baikan setelah menulis. Yeah. Bayangan
IP juga semakin memperburuk keadaan. Tatapan mata teman-teman yang sudah
menghantuiku, “Si ogeb apa kabar?”
Entah kenapa aku bisa sepicik ini.
Hari
Senin dua mata kuliah tiga SKS yang semuanya membuat kepalaku semakin berat.
Hell yeah this is not a good beginning. Mau mati rasanya. Di kepala ini masih
ada pikiran-pikiran, “What if.. what if.. what if..” Sebegitu depresinya. Tentu
saja aku menelpon Ummi, menghabiskan sisa kuota telpon dengan menceritakan
kalau aku homesick. Hanya supaya aku
merasa lebih baik dan ummi juga tahu keadaanku yang sedang begitu kacau.
Seharusnya
aku lebih baik sekarang. Tapi pada kenyataannya tidak. Aku sedikit tidak
bersemangat untuk menjalani rutinitas kuliah. Walaupun Mega juga sudah bilang
kalau kita harus memotivasi diri sendiri untuk terus maju dan berkembang, tapi
tetap saja~ semuanya terasa begitu berat. Entah kenapa. Makan juga tidak
berselera. Kacau lah.
Niat
untuk memperbaiki segala hal sudah aku rencanakan jauh-jauh hari bahkan sebelum
aku kembali ke perantauan. Niat itu tiba-tiba saja luntur, hancur karena
masalah kecil seperti ini. Come on Sal, sudah hampir dua puluh tahun dan masih
mewek kesana-kemari? Hey hey, kalau diingat-ingat aku juga tidak begitu cengeng
dibandingkan teman-teman yang lain. Aku cukup mandiri untuk tinggal seorang
diri di kosan. Mandiri. Siap menikah. *uhuk*
Sekarang
sudah dua minggu lebih aku di sini. Sudah menjadi tanggung jawab untuk
masing-masing dari kami yang bersekolah dan merantau di kota ini. Toh pada
akhirnya, di waktu yang akan datang, di masa depan aku tidak akan terus menerus
berada dalam lingkungan keluargaku. Aku pasti akan pergi karena itu sudah
waktunya. Menjadi invidu yang sebenarnya.
Homesick
nya sudah sdikit berkurang. Makan juga -kembali- banyak, tapi malasnya yang
masih muncul dimana-mana. Aku sadar betapa waktu itu sangat berharga apalagi
ketika sudah mulai dewasa seperti ini. Begitu banyak waktu yang terbuang
sia-sia di masa muda. Ber-haha-hihi ke sana ke mari. Sadar ketika sudah begini
tua. Melakukan yang terbaik. :’)
Welcome
back to the jungle Sal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO