Halaman

Sabtu, 20 Februari 2016

[Catatan Pelajar Akhir Tahun] #1


Annyeong haseyo~

Biarkan gue untuk menulis lagi. Mungkin menulis untuk yang kesekian kalinya, dengan bahasa yang segitu-segitu saja, tidak meningkat dari sebelumnya. Well, boleh dibilang ini adalah semester terakhir gue menjadi anak SMA, menuntut ilmu sebagai anak SMA, tentunya. Capek? Atau malah sedih karena ini menjadi semester terakhir. Dua-duanya! Gue sedih karena mungkin ini saat-saat terakhir gue bisa mendengar logat Bantul yang lucu, teman-teman yang menyenangkan, sekolah yang sejuk, guru-guru yang selalu memberi tugas bejibun, kamu~ dan masih banyak lagi.

Semester akhir itu berarti ada Ujian Sekolah, dimana kami –siswa kelas 12- akan mengerjakan soal dari semua mata pelajaran yang kami terima dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Ujian praktik, yang melelahkan, ribet dan menyita banyak waktu. Gue harus membagi waktu antara belajar untuk Usek, Uprak, dan Try Out yang rasanya tidak pernah selesai. Mundhas.


Kalau kata Tante sih, “Nikmati aja Sal masa-masa kritismu. Biar kamu bisa ngrasain gimana tepornya jadi anak SMA,”. Well, tante gue tidak hidup di periode pendidikan yang kacau balau seperti gue. Mungkin di jamannya, anak sekolah hanyalah berangkat sekolah, mendengarkan guru, mengerjakan PR, membayar SPP, uts, dan ebtanas. Tan, kalau tante jadi pelajar angkatan 2010, tante bakalan menjadi angkatan yang paling suffering. Iyalah! Gimana enggak, brur! Di angkatan kamilah pertama kali diadakan UASBN Agama. Di angkatan kamilah K13 diberlakukan. Di angkatan kamilah UNCBT dilakukan (di sekolah-sekolah khusus).

By the way, karena sekolah gue penganut K13 jadi mewajibkan siswanya untuk melakukan Uprak di semua mata pelajaran. SEMUA MATA PELAJARAN. SEMUA. SEMUA. S E M U A. A A A A AA~ Gak ada penderitaan yang lebih kejam dari ini, Pak? Bu? Saya lelah~ Mundhas.

Rasanya gue kayak mau teriak-teriak demo di depan kantor Dinas Pendidikan DIY dan memprotes semua peraturan yang dibuat menteri baru, pak Anis. Huhu. Bagus sih bagus, tapi dilihat lagi dong Pak.. siswanya~ mampu tidak? Sanggup tidak? Menurut gue percuma sih menerapkan sistem kurikulum sebagus apapun kalau nggak ada keseriusan dari pihak-pihak yang terkait (guru, siswa, dsb).

“Buat apa demo-demo? Mending bikin petisi online,” si Memey nyeletuk.

Capek ah. Capek. Banget. Mendingan sih kalau gue nih ya, (pinginnya) memanfaatkan waktu yang tersisa ini tinggal menghitung hari, dengan usaha, beribadah yang sungguh-sungguh. Kalau kata nyokap sih ya, “Buat apa belajar sampai mimisan /maaf korban drama korea barusan lihat orang belajar sampe jam satu pagi terus mimisan/ kalau nggak pernah beribadah sama Allah? Mubadzir mah usahanya, sia-sia kalau dibilang,”. Ouw yeah.

Iya bener sih.

Bener.

Ibu selalu benar.

Anak mah ngikut aja.

Melihat teman-teman yang sudah hampir sampai di garis finish tapi gue masih terseok-seok disini, sendiri. Duh kasihan. Berusaha sendiri. Usaha untuk tetap berlari di jalur yang ada. Nggak nabrak pohon, atau menabrak peserta lari yang lain.

Sebenarnya keputusan untuk sukses itu ada di diri kita masing-masing, kok. Bukan atas apa yang orang lain lakukan untuk kita. Percuma, kalau orang lain mendukung kita dengan menggebu-gebu tapi kitanya biasa aja malah terbilang cuek. Tay.


Begitu saja. Rindu ngeblog. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...