Halaman

Rabu, 14 Agustus 2019

Bukan salah siapa-siapa!

Hai, di kesempatan penulisan kali ini gua ingin bercerita tentang hal kurang mengenakkan yang terjadi pada gua. Kenapa sih akhir-akhir ini sering banget kena nasib yang kurang beruntung? Kata orang oh mungkin tidak kuat berdoa nya atau lalai dengan perintah-perintah Allah. Ah elah lur.

Sebagai manusia, warga negara, dan masyarakat yang memiliki mata-hidung-mulut dan jemari untuk berjulid tentu kita semua akan menggunakan semua anugerah itu sebagaimana mestinya, bukan? To the point saja, kemarin gua sedang ada masalah salah paham dengan rekan kerja. Masalahnya sepele kalau yang bersangkutan memiliki hati sebesar dan seluas stadion gelora bung karno. Sayangnya, tidak. 
Hari senin kemarin orang ini kita sebut saja dia adalah Mina tiba-tiba datang ke kantor dengan wajah yang merah-merah dan putih kelewat putih. Untuk beberapa saat gua hanya melihat dan mengabaikan, karena pada dasarnya memang tidak ada urusan apalagi keperluan menghujad. Toh kami beda lantai dan bukan best friend, jadi whatever you do lah girl.

Tapi entah kenapa hari itu gua dan beberapa orang sedang berkumpul di sekre sambil membicarakan banyak hal. Lalu tiba-tiba entah siapa yang memulai, kami jadi ngomongin tentang Mina dan permainan makeup nya. "Eh si Mina emang lagi ada yang beda ya?" Kemudian ditanggapi yang lainnya;

"Iya tadi aku lihat dia terus kubilang pipi mu merah banget min!"

"Ho oh, makanya kok rada beda tuh apa, ternyata makeup nya toh yang beda."

"Mungkin dia sedang belajar."

"Itu nggak ada yang ngasih tau kalau makeup nya terlalu menor?"

"Nggak ah, nggak enak aku."

"Ya udah kalau gitu, aku aja entar yang ngomong."

Begitulah. Atas dasar rasa peduli dan sok mengerti gua sebagai orang yang sedikitnya mengerti makeup pun ingin mencoba mengatakan pada Mina kalau riasan yang dia gunakan ke kantor hari itu begitu terlihat meblok-meblok. Daripada nanti orang lain yang bilang dan kesan nya jadi lebih rude, kan lebih baik sesama wanita yang mengerti tentang hal itu, kan?

Tapi ternyata terjadi kesalahpahaman diantara gua dan Mina. Tiba-tiba Tata ngechat gua bilang, "Bro, lu pake ilmu apa kok tiba-tiba si Mina cerita ke gua habis dibilangin menor sama kak Sally? Perasaan semalem kita berdua doang yang ngomongin ini. Horor lu sumpah!"

Memang semalam gua ngobrol dengan Tata untuk ngomongin ini ke Mina langsung. Dan DHUAR! Kenapa endingnya bisa begini? Tata pun bingung. Dia mengira gua punya kekuatan magic. Memang lu pikir gua mbah dukun?

Singkat cerita ternyata ada orang ketiga yang menyampaikan obrolan kami siang itu ke Mina, tetapi ditangkap dan (atau) mungkin diterima oleh Mina secara mentah-mentah. Alhasil Mina merasa gua ngatain dia di belakang. Jahat banget gitu lah image yang diceritakan oleh Mina tentang gua. Ngeri juga nih kalau punya senior yang sifatnya seperti gua. 

"Kalau gua dibikin status sama Mina, besok nya gua samperin." dan benar saja! Pulang dari nonton gua lihat di instagram Mina mengupdate foto dan isinya adalah curahan hati yang kalau dibaca lebih dalam lagi sih menjurus ke gua. Ya sudah, karena memang sudah terlanjur paginya gua menemui Mina dan meluruskan selurus-lurusnya apa yang sebenarnya terjadi.

Pertama karena gua tidak ingin ada salah paham diantara kami. Kedua karena gua peduli dengan nama baik gua sendiri. Karena yeah jadi tukang julid dan ngomongin di belakang tuh bukan gua banget sebenarnya! Kalau memang 'sayang' dan peduli sama orang, apalagi ngomongin tentang penampilan.. I'll do it secretly dan nggak di depan umum gitu loh! Gua ngerti perasaan orang lain. Dan kemarin di sekre kami ngobrolin tentang dia pure kami bertukar opini. Jika Mina ada di tempat itu, langsung lah nggak perlu nunggu nanti-nanti lagi.

Kesalahpahaman datang dari orang ketiga yang kesannya mengadu domba antara gua dan Mina. Meskipun setelah ditelusuri, tidak ada yang salah. Ini murni karena Mina terlalu over thingking dengan apa yang dikatakan this third person. Padahal sepengakuan orang ketiga dia tidak hanya mengatakan nama gua, tetapi juga namanya sendiri dan yang lainnya. Oh mungkin Mina sudah berpikiran buruk tentang gua, kan gua ni wajahnya cocok dijadikan tokoh antagonis level 15.

Ketika gua meluruskan di hadapan Mina, gua berusaha menahan suara agar tidak ngegas dan menata bahasa yang mau gua sampaikan. Karena kalau di loss mungkin semua kalimat akan keluar dan timeline nya jadi berantakan. Gua tidak minta maaf karena gua merasa tidak salah hanya perlu meluruskan, agar di kemudian hari tidak muncul penyakit-penyakit lainnya yang bisa mengganggu hubungan pekerjaan.

"Ya walaupun kita nggak sering keep in touch, tapi suatu saat nanti kita pasti saling butuh. Aku butuh kamu, kamu butuh aku. Jadi siapa tahu kita besok sering keep in touch." Itu kalimat penutup yang gua bilang ke Mina yang katanya tidak pernah berurusan dengan gua.

Gua anggap masalah ini clear, dan urusan Mina dengan orang ketiga itu sudah bukan ranah gua lagi. Silahkan diselesaikan sendiri, gua cukup tahu saja. Lega akhirnya semalaman menahan emosi sampai wajah gua memanas karena amarah. Ngunyah es batu saja tidak bisa meredakan panasnya. Di posisi ini gua berusaha untuk bersikap legowo karena secara teknis gua jauh lebih tua dari Mina, dan istilah yang waras ngalah itu tetap menjadi tuntunan dalam setiap perselisihan.

Sebenarnya dalam bermasyarakat dan bersosialisasi di era yang sungguh canggih ini semua orang bebas berkomentar. Ketika kamu melakukan suatu hal pasti ada risiko untuk dikomentari oleh netizen. Siapa netizen? Gua netizen. Elu juga netizen! Bahkan yang diomongin pun juga netizen! Kita semua netizen, gewla! Jadi kalau lu melakukan hal nyeleneh atau heboh atau beda dari rutinitas yang biasanya dan berharap tidak dikomentari? Jangan jadi makhluk hidup.

Gua pun tidak luput dari omongan orang. Entah di luar sana mereka bicara tentang apa. Mungkin tentang masa lalu gua, tentang keluarga gua, tentang penampilan gua.. semua itu bahan. Tergantung bagaimana lu mau menanggapi nya. Sebagai masukan kah atau sebagai hinaan? Toh kalau netizen menghina, menilai, dan megkritik kalau kita nggak suka/setuju ya tinggal nggak usah didengar, kan? Susah amat.

Di sini gua menyimpulkan banyak hal. Tidak semua orang dikaruniai dengan kemampuan menahan emosi yang baik. Emosi yang meledak-ledak ini bisa membuat diri sendiri atau orang lain terluka. Kedua, berbicara dengan orang yang memiliki sensitiftas hati yang tinggi harus dibarengi dengan kesabaran yang luar biasa. Ketiga, gua bersyukur karena sudah melewati masa-masa alay yang menulis kegelisahan hati apalagi dengan maksud untuk menarik perhatian di sosial media. Keempat, berkomunikasi secara langsung adalah cara paling tepat untuk menyampaikan pendapat, kegelisahan, dan emosi. Karena ketika bertemu langsung, kita bisa menilai emosi lawan bicara. Jangan lah mbok pisan-pisano adu pendapat lewat chat. Masalah akan berlipat ganda.

Mungkin itu yang mau gua share. Terima kasih!

CIAO!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...