Halaman

Kamis, 27 Juni 2019

Curahan hati seorang tuan

Hai, aku kembali lagi dengan sebuah cerita. Kalau kalian pernah membaca tulisanku tentang kucing di Balikpapan dulu sewaktu masih duduk di bangku kuliah, berarti sekarang saatnya aku kembali menulis hal tentang kucing.

Ini berawal dari rasa peduli ku dengan seekor kucing di kantor. Dia bertubuh kurus kering. Sepertinya dia ditinggal induknya tapi belum lepas masa sapih. Karena kulihat kucing ini begitu menurut, akhirnya aku dan Tata ngide untuk memelihara dia di rumah. Padahal kami tahu, sebagai seorang pegawai kantoran yang berangkat pagi dan pulang sore, hal itu sepertinya agak mustahil. Tetapi entah kenapa, sore itu kami begitu yakin untuk mengambil keputusan itu. Keputusan yang diputuskan kurang dari 30 menit. Bahkan aku sempat bertanya lagi, menanyakan akan keragu-raguan yang ada di dalam hatiku, should we take this kitten to our home? Seperti itu lah.

Tata dengan mantap bilang, "Aku sih yes." Si kampret. 

Jadilah sore itu kami pergi ke pet shop dan membeli pasir kucing, wadah makannya, dan juga serok pasir untuk tahi nya. Lalu kami juga pergi ke toko kandang untuk membeli kandang hewan. Hari itu juga. Dalam hati aku bertanya, "Apa kami terlalu gegabah?" Ku yakinkan dalam hati, "Pasti bisa!"

Sore itu kami kembali ke kantor untuk menculik kucing kurus itu walaupun sebelumnya kami harus berdebat dulu dengan Mr W yang ngotot tidak memperbolehkan kami untuk mengambil kucing di kantor itu. Berdalih dia yang selalu memberi makan. "Memangnya kalian selalu ada di rumah?". "Memang nya bapak selalu ngasih makan dia di kantor?" ku balik bertanya. Sedikit menantang.

Akhirnya kami bawa dia di dalam keranjang dengan bantuan Bang Joni. Sebab kawanku yang satu ini takut dicakar kucing. Berhari-hari kami merawat kucing itu, dan kami beri nama dia Kynos. Nama western budak melayu. Awalnya kami beri dia nama Toha, karena aku sering nyeletuk "Jangan gitu Toha!" atau "Pergi kamu Toha!". Tapi kata mamanya Tata itu nama jelek. Sungguh sakit hati ini mendengarnya.

Lalu masalah pun mulai muncul. Baru kami tahu kalau Kynos tahiknya encer, alias mencret. Kami bawa dia ke pet shop. Tapi waktu itu dokternya sedang sripahan. Alangkah desperadonya kami. Bagaimana bisa kami menunggu selama itu untuk mendengar suara ceprot-ceprot dan aroma khas kucing yang seperti manusia itu? 

Kami bawa Kynos ke pet shop yang masih buka malam itu. Dan untuk pertama kali dalam hidupku, aku masuk ke klinik hewan. Aroma amis dan apek khas binatang peliharaan tercium di seluruh sudut ruangan. Ada anjing, kucing, dan hewan-hewan lainnya. Tapi mostly adalah kucing dan anjing. Ada juga anjing yang pipis sembarangan di lantai. Dasar anjing kau njing! 

Kynos diberi obat. Lalu dokter juga meresepkan obat puyer yang harus kami sor kan ke mulut nya langsung. Menyebabkan aku dan Tata saling tunjuk menunjuk, "Eh kamu yang pegang kucing nya, aku yang masukin obat nya ya!". "Halah kamu aja! kamu kan udah pengalaman!" Begitu terus di sepanjang jalan. Berakhir dengan aku yang harus meng-sor kan obat puyer itu.

Belum selesai masalah dengan mencret yang menjadi momok. Kami juga harus berpusing-pusing ketika Kynos tiba-tiba jadi gampang cepirit. Waktu itu kami membawa Kynos untuk grooming. Ternyata dia masih sakit dan malah jadi masuk angin. Jalan nya jadi linglung seperti orang teler dan dia juga jadi cepirit. Batuk dikit cepirit. Bersin dikit cepirit. Tahik dimana-mana.

Aku frustasi.

Tata belum.

"Aku kok kayaknya menyerah ya? Kamu sudah menyerah belum?"

Dijawab dengan mantap. "Belum." Sial.

Sebenarnya ummiku agak tidak setuju kalau aku memelihara kucing. Aku juga sebenarnya baru pertama kali ini memelihara makhluk hidup. Sebelumnya aku hanya memelihara diriku sendiri. Aku menganggap ini adalah sebuah tantangan yang harus bisa aku hadapi karena aku sudah tanda tangan kontrak lah istilahnya. Aku nggak bisa begitu saja melepaskan tanggung jawab. Bagaimana bisa aku jadi kakap kalau ngurus kucing saja belum satu bulan sudah menyerah? Lemah!

"Ummi habis jenguk orang sakit, dia sakit karena habis digigit kucing."

Aku sedikit tidak percaya. Yang benar saja sakit karena digigit kucing? Mungkin yang menggigit kucing gila? 

"Yang nggigit kucing liar. Digigit jempol nya, eh bengkak setengah badan."

Semakin khawatir, aku sekarang menggunakan atribut lengkap ketika menyentuh Kynos. Sarung tangan plastik atau karet, masker, dan setelah itu jangan lupa mencuci tangan dengan sabun dan hands sanitizer tidak boleh lupa. Tempat sekitar kandang Kynos juga selalu aku usahakan bersih dan di pel. 

Sebab aku bukan takut dan jijik sama kucing, tapi aku takut terkena penyakit dan virus yang mungkin dibawa oleh kucing tersebut. Apalagi di sekitarku sudah ada contoh-contoh orang yang terinfeksi virus kucing itu seperti apa. Agaknya Tata mencium kekhawatiranku itu, lalu memberikan ide untuk melepaskan Kynos ketika dia sudah sembuh. 

"Nanti kita taruh dia di luar. Jangan dibuang, tapi taruh aja di luar."

Kalau yang ini aku agak setuju. Karena toh tempat tinggal kami akan menjadi bersih lagi. Aku tidak perlu mager keluar kamar dan memasak. Karena eneg dengan aroma tahik kucing.

Pertanyaannya adalah.. kapan Kynos akan sehat?

Dia sudah dikatain bakalan meninggal sama koko di pet shop. "Say, itu kalau nggak dikasih ke dokter besok-besok dia bisa aja mati. Apalagi kalau udah eek darah. Itu tandanya ususnya udah meledak."

Manusia mana yang nggak serem mendengar itu semua, oncom!

"Kita ikhtiar aja dulu ya Ta."

Bismillah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...