Halaman

Kamis, 31 Agustus 2023

ditanya kapan kawin dijawab kapan-kapan

Di usia sekarang ini pasti tidak akan kaget kalau dikirimi undangan nikah oleh teman atau kolega. Awal mulanya aku merasa canggung dan bingung harus bereaksi apa ketika mendapat undangan terutama jika lokasi resepsinya jauh dari tempat tinggalku sekarang. Apakah aku harus datang? Apakah aku harus memberi kado? Apa aku harus membuat story "Samawa X dan suami"? Kalaupun aku datang aku tidak mau kalau sendiri, harus ada +1 nya. 

Awkward.

Sebagai makhluk sosial sebetulnya yang paling bikin terasa vibe dari "oh ternyata aku sudah dewasa ya" adalah saat menyumbang. Diundang berarti secara sopan kita telah disuruh menyumbang sambil mendoakan pemilik hajat. Awalnya hanya satu dua teman, tapi rupanya sekarang sebulan bisa empat kali mendapat kabar gembira mulai dari teman dekat, teman kerja, teman sekolah, bahkan dari teman yang nggak dekat-dekat amat.

Oh ini sebabnya ummiku selalu menyisihkan uang untuk sumbangan dan menyumbang dengan perhitungan. 

Undangan yang kuterima banyak, terutama dari undangan online yang sedang ngetrend saat ini bahkan nyumbang nya pun juga menerima transfer dan top-up gopay. Untuk kaum modern yang tidak ingin repot dan mungkin punya banyak grup dan kenalan, undangan online memang sangat cocok. Lebih murah dari undangan kertas, tidak nyampah, lucu karena bisa minta ditambah foto-foto prewed, dan tidak ketinggalan lagu andalan bersama pasangan. 💗

Terkadang ketika teman terdekat kita menikah mau tidak mau kita pasti akan ikut sibuk. Entah betulan sibuk atau hanya fomo karena orang lain jadi bridesmaid kok aku enggak. "Kapan ya aku jadi bridesmaid? Pingin foto-foto juga." adalah ungkapan yang dilontarkan temanku. Kemudian dalam hati aku menghujad, bangke, ini adalah tipe teman yang tidak akan aku undang ke pesta pernikahan.

Terakhir aku menjadi bridesmaid adalah waktu pernikahan kak Jung. Menurutku itu adalah kegiatan bridesmaidku yang paling ndalan dibanding yang sebelumnya. Aku nggak tau, mungkin karena aku dan kak Jung dekat jadi perasaan ingin ikut terlibatnya kuat. Tapi sebetulnya kalau aku tidak menjadi bridesmaid tidak masalah. Karena menurutku biaya yang dikeluarkan untuk bridesmaid cukup besar ya untuk dua belah pihak, si mempelai dan si bridesmaid. Dengan kamu dipilih menjadi bridesmaid berarti artinya kamu 'ditodong' untuk datang ke acara tersebut. Kalau rumahmu dekat atau satu kota itu tidak jadi masalah tapi kalau beda pulau? Biaya lagi. Belum njahit bajunya. Hadeh. Ini bicara tentang pengalamanku sendiri. 

Kenapa aku bisa bilang begitu? Karena banyak juga teman-temanku yang sambat, "Aduh aku minggu depan dua kali bolak balik Jakarta-Batam  nih." Semua itu dilakukan hanya untuk ngebot-boti tugasnya sebagai bridesmaid untuk teman yang bahkan nggak bestie-bestie amat. Yang susah siapa? Dia sendiri.

Sebetulnya kalau tidak dijadikan bridesmaid pun, kalau kamu adalah orang yang sangat berarti di hidupku, aku akan rela menyeberangi laut untuk hadir di hari bahagiamu.  

..

Kembali ke topik tentang pernikahan. 

Sekarang aku sudah 26 wow. Padahal waktu aku mulai nulis di blog ini mungkin usiaku masih remaja dan penuh huru-hara. Sekarang aku sudah segini gede dengan keluhan-keluhan jompo serta beban-beban keuangan. Kupikir aku akan bebas dari pertanyaan "Kapan nikah?" seperti yang dikeluhkan orang-orang seusiaku di luar sana. Oh ternyata tidak ferguso. 

Paling terasa waktu kemarin aku pulang di hari raya idul fitri. Ayah dan Ummiku mulai menyentil-nyentil step selanjutnya dalam kehidupanku: 

"Kalau sudah ada yang ndeketin jangan ditolak ya mbak."

"Si Dia apa kabar?" 

dan yang ter-absurd menurutku adalah kelakuan ayahku yang waktu berkunjung ke rumah sodara-sodaranya dia minta didoakan supaya aku cepat dapat jodoh. Anying malu banget. 

Apakah aku terlihat desperate? Tidak.

Apakah aku ingin menikah cepat-cepat? Mungkin iya dulu waktu aku belum menemukan sesuatu hal yang sebetulnya membuatku trauma dengan kisah rumah tangga. 

Apakah aku merasa ingin menikah saat melihat teman-temanku sudah menikah dan punya anak? Nggak juga. Biasa aja. 

Apakah aku tidak akan menikah selamanya? Tidak. Aku ingin menikah dan mempunyai orang yang bisa mendengarkan dan kupercaya. Bukan hanya sekedar menikah dan udah. 

Jujur aku tersinggung dengan ucapakan salah satu teman laki-laki yang bilang begini, "Tipe mu emang yang seperti apa Sal? Kalau kebanyakan memilih nanti ending-ending nya cuma satu, siapa yang mau." 

Apakah aku ketrigger dengan ucapan nya? Yes. 

Apakah aku langsung ingin ngebet menikah setelah itu? Enggak. Karena bahkan aku nggak yakkin dengan tipe dan kriteria orang yang kusuka. 

Hey, ini bukan tentang perlombaan yang ada menang dan kalah. Aku juga wanita dan seorang manusia yang butuh orang lain di hidupku. Di kala teman-temanku nanti sibuk dengan keluarganya, di saat aku ingin menceritakan hal yang sangat rahasia dan meminta pendapat, orang itu lah yang harus ada di sisiku. Orang itu lah yang ingin kumiliki. 

Sekarang mungkin tidak terlalu terasa, tapi suatu saat nanti ketika teman-temanku sibuk dengan keluarganya sendiri, adik-adikku sibuk juga dengan suami/isteri nya, nanti aku sama siapa? Aku juga harus punya orang yang mau kuajak sibuk. 

Well, karena Tuhan menciptakan mahkluk berpasang-pasangan jadi aku pasti ada pasangan nya. Entah dia sedang apa dan dimana, semoga nanti dia bisa membawaku menjadi hamba yang lebih baik. Saling melengkapi dan mencari pahala bersama. Ya nggak? 😉 Tujuan menikah itu kalau di pengajian dijabarkan dengan sangat apik dan mulia, jadi wajar kalau orang yang baru pulang dari sana langsung ingin menikah. 

Idih, ini curhat banget yak. 😩

Bye! 👋




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...