Setelah
menanti kurang lebih dua tahun akhirnya film A Quiet Place part II tayang juga
di Indonesia. Saya termasuk orang yang menantikan nya sejak akhir tahun 2018,
berhembus kabar kalau A Quiet Place akan dibuat sequelnya. Ya tentu saja harus
dibuat! Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab di film pertama.
Dulu
saya nonton film ini bersama teman latsar di saat pesiar (sebutan free time di
masa diklat). Kami bingung mau nonton apa, sementara hasrat ingin membuang uang
sudah menggebu-gebu, rekening kami lagi gendut-gendutnya. Saya sih ngikut saja
karena memang nggak kepikiran akan nonton film, yang ada di dalam kepala saya
waktu itu pokoknya mau liburan, senang-senang, dan menghamburkan uang.
Ternyata
film nya bagus banget! Nggak ada dialog, sepi nyenyet, tapi seramnya
kerasa banget sampai bulu kuduk merinding dan saya berkali-kali menjerit. Ahhh.
Pertanyaan pertama yang muncul adalah dari mana monster itu berasal? Apa tujuan monster itu membunuh orang-orang? Dan dimana manusia lainnya?
Setelah
nonton part II ini yang bisa saya simpulkan agar nalar kita sedikit nyambung
dengan apa yang pak sutradara inginkan.
bu Evelyn dan para warga melihat meteor jatuh |
Monster
itu datang nya dari langit, seperti meteor. Jatuh ke bumi dan memunculkan
monster-monster yang menyerang dan membunuh manusia, tapi bukan untuk dimakan.
Karena selama film berlangsung, saya nggak lihat tuh ada monster yang makan
manusia/makhluk hidup lainnya. Pokoknya mereka hanya menyerang dan membunuh
sesuatu yang menimbulkan suara. Intinya itu. Justru bagaimana mereka makan,
berkembang biak, dan berkumpul itu tidak dijelaskan.
Adegan
pertama part II adalah keluarga Abbott masih lengkap. Mereka sedang menghadiri
pertandingan baseball nya Marcus. Di sana kita bisa melihat tokoh tambahan
seperti yang ada di trailer yaitu Emmett (Cillian Murphy) bersama anaknya yang
sama-sama sedang menonton orang main baseball. Dari scene ini kita semua tahu
bahwa Emmett dan keluarga Abbott berteman.
Kemudian
tiba-tiba terdengar anjing menggonggong, saluran radio yang kemrusak-kemrusuk,
dan jatuhnya sebuah benda asing dari langit. Beberapa detik kemudian
orang-orang panik dan mulai meninggalkan lapangan, termasuk keluarga Abbott.
Anehnya Lee dan Evelyn ini kok beda mobil? Apakah mereka pasangan suami-istri yang sedang pisah rumah? *oops* Beberapa saat kemudian
monster-monster itu datang menyerang dan membunuh siapa pun yang bersuara.
Nah,
dari scene tersebut saya menyadari bahwa sebenarnya para monster sudah ada di
daerah lain, hanya saja telat datang ke kota/pulau mereka. Jadi Lee dan Emmett
(dan mungkin orang lain) sudah waspada dan selalu memantau jaringan radio,
mendengarkan berita dan memeriksa keadaan. Kesimpulan ini saya ambil dari scene
di dalam cafe, menunjukkan orang-orang yang berlindung di dalam berusaha untuk
tidak mengeluarkan suara. Make sense right? Pintar kan saya.
Berjalan menuju daerah baru. |
Sementara
saat itu, day 474, Evelyn dan keluarga nya memutuskan untuk meninggalkan
‘rumah’ mereka. Alasan mereka meninggalkan tempat itu adalah untuk mencari
survivor lain dan mencari perlindungan karena Evelyn merasa tidak aman ditambah
kehadiran bayi yang bisa menangis kapan saja. Akhirnya mereka berempat memutuskan
untuk mencari api lain yang masih menyala.
Bayangkan bu Evelyn lari-lari sambil menggendong bayi |
Sedikit spoiler jadi para
survivor menyalakan api sebagai simbol bahwa mereka masih hidup, masih
bertahan, dan saling berkomunikasi. Tetapi satu per satu api itu mulai padam
dan Regan (anak pertama) berinisiatif untuk pergi ke sana, menuju ke yang lain dan mencari
tempat pengungsian yang aman. Dipercaya bahwa Lee juga dulu berkeyakinan
begitu, selain untuk mencari teman, ia juga mencari sinyal radio.
keluarga Abbott berlindung di dalam bunker yang kedap suara dan udara |
Kalau
di part I konflik paling kerasa adalah bagaimana bertahan hidup seiringan
dengan ego dan rasa bersalah karena kematian anak terakhir di keluarga Abbott.
Mereka semua merasa disalahkan padahal sih masing-masing merasa salah dan bertanggungjawab.
Baru lah
mereka (Evelyn dan anak-anaknya) bertemu dengan Emmett yang penampilan nya sudah sangat lusuh, putus asa,
dan sendirian. Emmett mempunyai bunker yang kedap suara dan udara untuk
berlindung, tapi awalnya ia tidak menginginkan mereka berada di tempatnya. Ia
merasa bahwa tidak ada apa-apa di sini dan tidak ada gunanya untuk terus
bertahan hidup.
Ada
adegan ‘kampret’ yang ngilu nya sama seperti paku di tangga. Jujur waktu ‘itu’
terjadi saya juga ikut ngampet sakit dan ngilu. Rasanya saya mau teriak untuk mengurangi rasa sakit si Marcus, *ups spoiler*.
Saya
nggak akan menceritakan keseluruhan jalan cerita tapi saya ingin membagikan
hal-hal yang membuat saya suka dengan film ini. Bukan hanya sekadar thiller,
darah, dan kaget yang ditampilkan tapi saya melihat bagimana semangat hidup
keluarga Abbott yang juga menularkan nya pada Emmett. Awalnya ia mau pasrah
saja dan menunggu takdir.
Kedua
adalah keberanian setiap tokoh. Regan jauh lebih berani dengan keterbatasan
pendengaran yang ia miliki. Regan berani untuk berjalan dan melindungi dirinya
sendiri sementara di luar sana monster mengintai. Ada scene yang bikin
saya bergetar karena menyaksikan keberanian adik dan kakak untuk melindungi
orang yang disayang. Di alam baka, bapaknya pasti bangga sekali. *jiaah emosyenel*
Pada
akhirnya memang film ini happy ending tapi dengan akhir yang sedikit
menggantung, saya yakin masih ada film yang ketiga. Yakin. Kecuali memang ingin
dihabiskan dengan seperti itu. Lagi pula A Quiet Place punya banyak respon
positif kok jadi nggak ragu kalau bakalan ada film lanjutan nya. Sekali lagi diam
saja tidak cukup, kita harus bertahan hidup.
"Masih jauh nak?" | "Masih bu," | "Yang bener kamu." | "Liat aja petanya bu." |
Setelah
menonton A Quiet Place part II saya berdiskusi dengan teman-teman yang suka
nonton film juga, mereka bilang memang tidak mengecewakan. Penantian cukup lama
dan tertunda karena covid-19 ini sangat worth it. Mereka mempertanyakan, “Kenapa
pemerintah atau Navy nggak turun dan membantu masyarakat yang diserang? Kemana
mereka pergi? Toh monsternya nggak bisa berenang, seharusnya angkatan laut mbantu
dong.” *oops spoiler lagi*
Saya
punya pemikiran yang cukup konspiratif tentang pertanyaan itu. Bisa jadi para
monster itu dikirim oleh pemerintah untuk melakukan pembersihkan pada manusia
karena tingkat populasinya sudah sangat padat. Makanya hingga akhir kita nggak
bisa melihat pemerintah yang turun tangan dalam masalah ini. Orang-orang
berjuang sendiri dan membuat pengungsian sendiri.
Teori
yang kedua adalah kemungkinan karena alat komunikasi yang bisa digunakan hanya
radio dan itu pun juga jarak dekat, terhalang oleh alam sehingga sinyal yang didapat ilang-ilangan. Itu alasan Lee mantengin radio seharian dan selalu memberi kabar
ke orang lain. Sehingga pemerintah bahkan angkatan laut pun sulit untuk
menemukan para survivor yang masih bertahan dengan sisa-sisa harapan. Jadi, jalan
satu-satunya ya membangun komunitas sendiri dengan orang waras.
ibu-ibu keren dengan celana training |
Dah,
itu terakhir.
Menurut
saya nonton film itu harus ada amanah/nasihat yang dipetik, bukan asal nonton
saja. Nah dari film ini saya menyimpulkan bahwa kita harus menghargai hidup,
saling membantu, saling percaya, dan berani. Keberanian itu muncul bukan karena
dari lahir sudah berani, tapi keberanian itu muncul karena kepepet.
Tetapi hal kepepet itu lah yang menjadikan Marcus, Evelyn, Emmett, dan Regan
bisa hidup hingga saat ini dan mungkin menyelamatkan hidup yang lain.
Super
sekali, kan?
PS: Sebenarnya saya makin semangat menonton film ini karena ada om Cillian Murphy. Bahkan sebelum nonton saya nanya dulu ke teman, “Cillian Murphy mati nggak?” HAHAH. Persiapan supaya nggak sakit hati.
Om Cillian Murphy ft. bokong Marcus |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO