Halaman

Selasa, 01 Juni 2021

Ngomongin Film : A Quiet Place II - Diam saja tidak Cukup

Setelah menanti kurang lebih dua tahun akhirnya film A Quiet Place part II tayang juga di Indonesia. Saya termasuk orang yang menantikan nya sejak akhir tahun 2018, berhembus kabar kalau A Quiet Place akan dibuat sequelnya. Ya tentu saja harus dibuat! Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab di film pertama.

Dulu saya nonton film ini bersama teman latsar di saat pesiar (sebutan free time di masa diklat). Kami bingung mau nonton apa, sementara hasrat ingin membuang uang sudah menggebu-gebu, rekening kami lagi gendut-gendutnya. Saya sih ngikut saja karena memang nggak kepikiran akan nonton film, yang ada di dalam kepala saya waktu itu pokoknya mau liburan, senang-senang, dan menghamburkan uang.

Ternyata film nya bagus banget! Nggak ada dialog, sepi nyenyet, tapi seramnya kerasa banget sampai bulu kuduk merinding dan saya berkali-kali menjerit. Ahhh.

Pertanyaan pertama yang muncul adalah dari mana monster itu berasal? Apa tujuan monster itu membunuh orang-orang? Dan dimana manusia lainnya?

Setelah nonton part II ini yang bisa saya simpulkan agar nalar kita sedikit nyambung dengan apa yang pak sutradara inginkan.

bu Evelyn dan para warga melihat meteor jatuh

Monster itu datang nya dari langit, seperti meteor. Jatuh ke bumi dan memunculkan monster-monster yang menyerang dan membunuh manusia, tapi bukan untuk dimakan. Karena selama film berlangsung, saya nggak lihat tuh ada monster yang makan manusia/makhluk hidup lainnya. Pokoknya mereka hanya menyerang dan membunuh sesuatu yang menimbulkan suara. Intinya itu. Justru bagaimana mereka makan, berkembang biak, dan berkumpul itu tidak dijelaskan.

Adegan pertama part II adalah keluarga Abbott masih lengkap. Mereka sedang menghadiri pertandingan baseball nya Marcus. Di sana kita bisa melihat tokoh tambahan seperti yang ada di trailer yaitu Emmett (Cillian Murphy) bersama anaknya yang sama-sama sedang menonton orang main baseball. Dari scene ini kita semua tahu bahwa Emmett dan keluarga Abbott berteman.

Kemudian tiba-tiba terdengar anjing menggonggong, saluran radio yang kemrusak-kemrusuk, dan jatuhnya sebuah benda asing dari langit. Beberapa detik kemudian orang-orang panik dan mulai meninggalkan lapangan, termasuk keluarga Abbott. Anehnya Lee dan Evelyn ini kok beda mobil? Apakah mereka pasangan suami-istri yang sedang pisah rumah? *oops* Beberapa saat kemudian monster-monster itu datang menyerang dan membunuh siapa pun yang bersuara.

Nah, dari scene tersebut saya menyadari bahwa sebenarnya para monster sudah ada di daerah lain, hanya saja telat datang ke kota/pulau mereka. Jadi Lee dan Emmett (dan mungkin orang lain) sudah waspada dan selalu memantau jaringan radio, mendengarkan berita dan memeriksa keadaan. Kesimpulan ini saya ambil dari scene di dalam cafe, menunjukkan orang-orang yang berlindung di dalam berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Make sense right? Pintar kan saya.

Berjalan menuju daerah baru.

Sementara saat itu, day 474, Evelyn dan keluarga nya memutuskan untuk meninggalkan ‘rumah’ mereka. Alasan mereka meninggalkan tempat itu adalah untuk mencari survivor lain dan mencari perlindungan karena Evelyn merasa tidak aman ditambah kehadiran bayi yang bisa menangis kapan saja. Akhirnya mereka berempat memutuskan untuk mencari api lain yang masih menyala.

Bayangkan bu Evelyn lari-lari sambil menggendong bayi

Sedikit spoiler jadi para survivor menyalakan api sebagai simbol bahwa mereka masih hidup, masih bertahan, dan saling berkomunikasi. Tetapi satu per satu api itu mulai padam dan Regan (anak pertama) berinisiatif untuk pergi ke sana, menuju ke yang lain dan mencari tempat pengungsian yang aman. Dipercaya bahwa Lee juga dulu berkeyakinan begitu, selain untuk mencari teman, ia juga mencari sinyal radio.

keluarga Abbott berlindung di dalam bunker yang kedap suara dan udara

Kalau di part I konflik paling kerasa adalah bagaimana bertahan hidup seiringan dengan ego dan rasa bersalah karena kematian anak terakhir di keluarga Abbott. Mereka semua merasa disalahkan padahal sih masing-masing merasa salah dan bertanggungjawab.

Baru lah mereka (Evelyn dan anak-anaknya) bertemu dengan Emmett yang penampilan nya sudah sangat lusuh, putus asa, dan sendirian. Emmett mempunyai bunker yang kedap suara dan udara untuk berlindung, tapi awalnya ia tidak menginginkan mereka berada di tempatnya. Ia merasa bahwa tidak ada apa-apa di sini dan tidak ada gunanya untuk terus bertahan hidup.

Ada adegan ‘kampret’ yang ngilu nya sama seperti paku di tangga. Jujur waktu ‘itu’ terjadi saya juga ikut ngampet sakit dan ngilu. Rasanya saya mau teriak untuk mengurangi rasa sakit si Marcus, *ups spoiler*.

Saya nggak akan menceritakan keseluruhan jalan cerita tapi saya ingin membagikan hal-hal yang membuat saya suka dengan film ini. Bukan hanya sekadar thiller, darah, dan kaget yang ditampilkan tapi saya melihat bagimana semangat hidup keluarga Abbott yang juga menularkan nya pada Emmett. Awalnya ia mau pasrah saja dan menunggu takdir.

Kedua adalah keberanian setiap tokoh. Regan jauh lebih berani dengan keterbatasan pendengaran yang ia miliki. Regan berani untuk berjalan dan melindungi dirinya sendiri sementara di luar sana monster mengintai. Ada scene yang bikin saya bergetar karena menyaksikan keberanian adik dan kakak untuk melindungi orang yang disayang. Di alam baka, bapaknya pasti bangga sekali. *jiaah emosyenel*

Pada akhirnya memang film ini happy ending tapi dengan akhir yang sedikit menggantung, saya yakin masih ada film yang ketiga. Yakin. Kecuali memang ingin dihabiskan dengan seperti itu. Lagi pula A Quiet Place punya banyak respon positif kok jadi nggak ragu kalau bakalan ada film lanjutan nya. Sekali lagi diam saja tidak cukup, kita harus bertahan hidup.

"Masih jauh nak?" | "Masih bu," | "Yang bener kamu." | "Liat aja petanya bu."

Setelah menonton A Quiet Place part II saya berdiskusi dengan teman-teman yang suka nonton film juga, mereka bilang memang tidak mengecewakan. Penantian cukup lama dan tertunda karena covid-19 ini sangat worth it. Mereka mempertanyakan, “Kenapa pemerintah atau Navy nggak turun dan membantu masyarakat yang diserang? Kemana mereka pergi? Toh monsternya nggak bisa berenang, seharusnya angkatan laut mbantu dong.” *oops spoiler lagi*

Saya punya pemikiran yang cukup konspiratif tentang pertanyaan itu. Bisa jadi para monster itu dikirim oleh pemerintah untuk melakukan pembersihkan pada manusia karena tingkat populasinya sudah sangat padat. Makanya hingga akhir kita nggak bisa melihat pemerintah yang turun tangan dalam masalah ini. Orang-orang berjuang sendiri dan membuat pengungsian sendiri.

Teori yang kedua adalah kemungkinan karena alat komunikasi yang bisa digunakan hanya radio dan itu pun juga jarak dekat, terhalang oleh alam sehingga sinyal yang didapat ilang-ilangan. Itu alasan Lee mantengin radio seharian dan selalu memberi kabar ke orang lain. Sehingga pemerintah bahkan angkatan laut pun sulit untuk menemukan para survivor yang masih bertahan dengan sisa-sisa harapan. Jadi, jalan satu-satunya ya membangun komunitas sendiri dengan orang waras.

ibu-ibu keren dengan celana training

Dah, itu terakhir.

Menurut saya nonton film itu harus ada amanah/nasihat yang dipetik, bukan asal nonton saja. Nah dari film ini saya menyimpulkan bahwa kita harus menghargai hidup, saling membantu, saling percaya, dan berani. Keberanian itu muncul bukan karena dari lahir sudah berani, tapi keberanian itu muncul karena kepepet. Tetapi hal kepepet itu lah yang menjadikan Marcus, Evelyn, Emmett, dan Regan bisa hidup hingga saat ini dan mungkin menyelamatkan hidup yang lain.

Super sekali, kan?

PS: Sebenarnya saya makin semangat menonton film ini karena ada om Cillian Murphy. Bahkan sebelum nonton saya nanya dulu ke teman, “Cillian Murphy mati nggak?” HAHAH. Persiapan supaya nggak sakit hati.

Om Cillian Murphy ft. bokong Marcus
source pic : google, IMDB.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...