Halaman

Rabu, 16 Oktober 2019

HEOL TIGA KALI

Hukuman disiplin yang dikenai pada seorang ASN beberapa waktu lalu memberikan rasa was-was pada diri gua dan beberapa teman-teman yang memiliki akun sosial media 'sambat'. Pasti bukan hanya kami yang memiliki tujuan atau maksud yang sama dalam membuat sosial media. Bahkan mungkin ada orang yang sengaja membuat akun 'fake' yang dijadikan sebagai tempat bersambat-ria tanpa harus memerhatikan konteks yang ada.

Yes. Menjadi seorang warna negara indonesia gua rasa akhir-akhir ini semakin dinamis saja. Mau melakukan ini, mau melakukan itu pasti ada saja yang dipermasalahkan. Mungkin ada yang baru saja kaget, "Hah ternyata melakukan hal seperti ini bisa terkena pasal toh." Atau mungkin ada juga beberapa teman yang masih santai saja melakukan hal yang dilarang atau tidak diperbolehkan, karena belum tahu dengan peraturan yang ada. Kasus yang ada.

Kisah semacam 'itu' sebenarnya sudah banyak terjadi sebelum beliau. Kalau boleh dibilang ini hanya sebagian kecil saja. Di luar sana, masih banyak sekali orang-orang yang mengungkapkan pendapatnya dengan sebegitu sarkas dan menohok hati. Tetapi belum tahuan saja. Atau tidak ketahuan, oh atau lagi tidak dilaporkan. Beberapa kasus yang muncul di publik selalu diawali dengan screen shoot dari sebuah ruang percakapan. Antara si pelaku dan entah siapa. Biasanya nomor/akun orang itu di blur. 

Bukan kah itu buruk?

Bukankah membeberkan isi percakapan dengan orang lain termasuk dalam hal pelanggaran privasi? Karena hal ini gua jadi semakin waspada. Jangan-jangan selama ini teman-temanku adalah antek-antek pemerintah. Atau selama ini kawan-kawanku mengarsipkan segala jenis tulisan digital maupun suara yang keluar dari mulut ku ini? Se parno itu. Karena sial nggak ada yang tahu. Gua nggak akan pernah tahu siapa yang akan menjadi musuh gua sebenarnya, kan?

Yang mau gua bilang lagi adalah, jahat sih. Meskipun gua juga termasuk dalam orang-orang yang suka iseng ngswipe jari (screen shoot otomatis) di beberapa postingan orang yang gua rasa 'penting' yang kemudian jika disusun dengan story/postingan yang akan datang akan muncul jawaban nya. Istilah sinting nya sih mengumpulkan puzzle. Tapi gua hanya menjadikan hal itu sebagai 'jaga-jaga' alias arsip pribadi. Seperti meng-copy surat perjanjian untuk arsip pribadi. Bukan untuk diperjual-belikan ke semua orang. Apalagi teman-teman yang suka sekali membuat story tapi close friend. Gua nggak ngerti deh apa maksud dan tujuan nya.

Bukan nya jika salah satu dari sekian banyak daftar close friend mu itu memiliki sifat jahat dan nakal seperti gua, itu bisa menjadi hal yang berbahaya? Misalnya tentang teman cewek yang sering memposting foto tanpa jilbab, di close friend. Apa mereka yakin jika semua orang di daftar nya tidak akan berbuat iseng? kalau gua sih orang nya suka suudzon berlebihan. Katanya orang yang suka over thinking gini hidup nya nggak tentram.

Balik lagi ke topik..

Meskipun biasanya bahan ghibah berawal dari story dan kadang screen shoot. Kira-kira begini dialog nya..

"Eh udah lihat story nya Eki belum? Ih parah banget masa dia jalan sama om-om gelaaa!"
"Hah, story yang mana? kok gue nggak lihat?"
"Duh, jangan-jangan lo di hide ya?"
"Apa sih masa?! Lo screen shoot nggak?!"
"Iya dong!"
"Ih untung banget lo! bentar-bentar.. ini kan om-om yang kemarin juga galan sama Rosa! gila gila! Main gila mereka!!"
...

Seperti itu lah. Asal mula kenapa gua sangat berhati-hati sekali ketika ingin julid di sosial media. Karena orang lain tidak bisa mengerti seperti apa isi kepala kita ketika semua dituliskan di sana. Ada yang namanya double tafsir. Nih, contoh nyata adalah kemarin ketika gua membuat sebuah tulisan semacam unek-unek di story instagram. Dalam tulisan itu, gua sama sekali tidak menyebutkan secara spesifik oknum tersebut. Gua menggunakan permisalan dan menjadikan nya serba ambigu. Membuat orang lain berfikir "Ini gue bukan ya," tapi juga di kesempatan yang sama menjadi, "Tapi kayak nya nggak deh." gitu. Jadi ambigu seambigu-nya dan menimbulkan double tafsir sehingga gua bisa ngeles dengan tuduhan atau kesimpulan apapun yang mereka ambil. Tipe tulisan tidak jelas yang pasti langsung dicoret oleh editor kompas.

Tapi ada dari sekian banyak orang nih, empat orang teman gua bertanya: "Siapa Sal?"

Tuh kan. Apa gua bilang. Pasti ada. 

Pasti ada orang-orang yang berpikrian cetek setinggi rumput lapangan sepak bola. Yang tidak mengerti. Mereka tidak mengerti seni dari bicara/menulis tulisan sarkas. Penuh dengan kebencian tetapi tidak mengerti kebencian itu dilontarkan pada siapa. Jadi hati hanya bisa menebak sampai tidak bisa tidur kira-kira siapa, apa, dan kenapa. Padahal mah itu juga namanya hiburan. 

Bahkan Raditya Dika saja menggunakan kegelisahan hatinya untuk membuat materi stand up yang lucu. Seharusnya itu menjadi materi paling aman dong ketika di atas panggung? Karena dia hanya menggunakan pikiran, tingkah laku, dan semua imajinasi yang ada di kepala nya. Tapi enggak tuh. Ada juga orang-orang cerdas lain yang merasa kalau meteri nya itu menyinggung. Materi dia sangat tidak sopan. Membuat orang lain sakit hati! 

Gua kalau jadi Raditya Dika mah udah aja lah. Mending gua keluar dari dunia entertainment dan usaha ternak lele saja. Lebih menguntungkan, karena outlet pecel lele di Indonesia ini banyak jumlah nya. Dan jumlah mahasiswa di indonesia juga semakin bertambah, semakin banyak peminat pecel lele di negeri ini. 

Sekarang, kita hanya harus berhati-hati saja lur. Untuk membedakan yang mana kawan, yang mana lawan. Yang mana sahabat sejati, yang mana parasit hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...