Halaman

Senin, 19 Agustus 2019

Mau curhat sebentar lur

Hai guys, hari ini gua ingin menuliskan banyak sekali cerita. Ini bisa dikategorikan sebagai tulisan nano-nano, karena isinya nggak jelas dan penuh dengan kejulidan. Pertama, gua ingin bercerita tentang dilema setiap orang. Iya, tentang menikah. Apalagi senior gua ada yang sebentar lagi menikah dan sepertinya sejak setahun yang lalu dia memang hectic sekali mempersiapkan segalanya seorang diri, bersama pasangannya. Menikah itu kalau dikatakan mudah ya mudah, kalau dikatakan ribet ya ribet. Tergantung bagaimana orang yang bersangkutan memilih mau ribet atau mau selow.

Kemarin-kemarin kita dihebohkan dengan kabar menikahnya Suhay Salim -halah kalau kalian suka nonton youtube beauty blogger pasti kenal sama mbak arab yang satu ini, yang menikah hanya pergi ke KUA dan ijab qobul di sana. Bersama suami nya yang WNA. Suhay melakukan hal itu karena dia membenci yang namanya keribetan, dan sebenarnya inti dari pernikahan yang sah di negara dan di agama adalah ya ijab qobul dan dicatat di catatan sipil. Keterangan kalau kamu sudah menikah dan tidak akan digrebek warga ketika tinggal serumah dengan lelaki/wanita karena kalian sudah menikah, sudah memiliki buku nikah. 

Atau kalian ingin menikah yang heboh seperti artis-artis dan (mungkin) seperti Rachel Venya atau Tasya Farasya? Iya itu terserah kalian sih, tergantung individu itu sendiri. Ada yang bilang menikah itu sekali seumur hidup, jadi tidak ingin main-main dengan  segala macam upacara sakral nya. Entah itu adat jawa, sunda, kalimantan, atau melayu semua nya pasti punya cara masing-masing untuk menyucikan yang namanya pesta pernikahan. Mengundang sahabat, keluarga, dan mungkin pejabat negara.

Pilihan. Semua tentang pilihan gitu saja.

Kalau kamu mau yang seperti apa Sal?

Kalau aku juga ingin nya sih yang tidak ribet, mengingat waktu yang gua punya tidak banyak. Cuti yang dimiliki juga hanya sebatas hitungan jari, ya kan? Daripada untuk menggelar pesta satu hari satu malam dan mengundang ribuan tamu, lebih baik uangnya digunakan untuk bayar cicilan rumah, atau honeymoon di tempat yang memang worth it. Bukan berarti gua medit atau tidak ingin mengabarkan kabar gembira ini kepada orang-orang, tapi lebih ke realistis aja lah!

Itu kalau dari aku ya? Untuk calon suaminya gua nggak tahu karena yeah, mendapatkan lelaki yang punya nyali dan berani meminang itu jaman sekarang agak-agak tricky. Bisa jadi dia sependapat, bisa jadi tidak, bisa jadi orang tuanya ingin yang aneh-aneh gua tidak tahu. Yang jelas menikah itu harus khidmat karena di situ lah saat-saat terakhir anak perempuan menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Kemudian dia akan berbakti pada suami dan rumah tangga nya. Berat kalau dipikir demikian, tapi insyaallah akan nikmat jika dijalani.

Kok jadi ngelantur sih!

Masuk usia 20an pasti pertanyaan yang sering di dengar itu ya seputar hal ini kan? Iya bagus kalau kamu sudah punya pacar, dan memang mau ke arah menikah ya. Jangan mau kalau kamu pacaran tapi digantungin kek baju kotor nggak dicuci-cuci. Jadi mau tidak mau ya harus memikirkan jawaban, kita juga jadi mikir, wah kapan ya gua kawin. Kawin mah di sini juga bisa kawin, ikatan komitmen nya itu loh yang berat.

Kemarin gua baru saja menonton film berjudul Wedding Agreement. Ceritanya bagus banget! Tentang dua sejoli yang dijodohkan, tetapi ternyata suami nya tidak suka bahkan membuat perjanjian untuk bercerai setelah satu tahun menikah. Wow terkesan begitu sadis ya. Tapi film ini berakhir bahagia kok, itu yang gua suka. Gua paling suka part dimana si istri yang memang ughtea sekali, kamudian dia baru pertama kali bersentuhan degan lawan jenis menjalani hari-hari nya dengan begitu tenang dan kalem layaknya seorang istri. Panutan sekali.

Gua langsung nyeletuk, "Kalau suami-istri cemburu buta boleh, kalau masih pacaran cemburuan apaan anjir nggak guna bangke! Sini gua ketekin!" secara tidak langsung menyindir kawan sebelah gua. 

"Tuh, pegangan tangan nya kalau nikah mah dapet pahala, nguengue juga dapet pahala, bahkan boncengan pun juga dapat pahala karena mereka sah. Lah apaan kalau masih pacaran pegangan tangan aja dosa, chatting mesra, nunjukin aurat nya, pelukan dan lain-lain lu pikir lu sape sobat shaithoon!" lagi-lagi gua menyindir kawan sebelah meskipun gua sedang bicara sendiri. It's ok.

"Udah putusin aja, nikah aja udah kebanyakan nanem dosa lu ntar."

"Kemarin aku udah bilang ke dia, tapi nggak direct to the point, coba kamu yang bilang."

Lah, ini pacar siapa combro. 

Yah begitulah. Kalau dulu sih waktu di SMP gua ditanamkan dengan jelas dan guamblang untuk tidak pacaran karena bahkan ketika seseorang bermain mata, bermain hati, itu sudah masuk zina bro. Ngeri kali bah! Pokoknya dulu itu semua nya serba alim, gua juga akhirnya menjomblo mungkin menyalahkan pola ajaran ini. Padahal harusnya mah enggak. Emang belum ada yang berani meminang aja kali Sal. 

Sensasi twirling-twirling in my heart nya itu loh yang jujur saja tidak bisa dihindari dan itu yang menjadi sumber kenikmatan ketika pacaran. Belum makan eh ada yang ngingetin. Sok-sok ngingetin solat, "Udah solat maghrib belom?" padahal dia nya juga solat fardu masih bolong-bolong. Pencitraan semuanya kesel! Diboncengin pulang naik motor, eh ada polisi tidur, rem mendadak, eh jadi kepentok t3t3 nya ke punggung jadi makin erat aduh nikmat. DOSA SI MALIIIIHHHH!

But Yep! Semua itu kembali pada keyakinan dan kemauan individu itu sendiri sih. Lagi-lagi gua harus menggaris bawahi hal ini karena kadang ada yang menyerang gua dengan, Halah sok alim loh! Nggak semuanya harus dikait-kait kan dengan agama kan! Lo sendiri masih penuh dosa! 

Iya, gua masih berlumuran dosa kok guys. Mana ada manusia yang luput dari dosa? Apa kamu nabi?
Bercanda kamu ya? Cah edan.

End.

Creepy Story 2

Kemarin gua baru saja mengalami hal yang sedikit creepy. Mungkin karena gua sedang di rumah sendirian bersama Kynos yang sedikit-sedikit mengeong karena sedang dalam masa birahi, jadi gua tidak tenang secara psikologis. Kemana housemate ku? Dia sedang cimimiw ke Semarang sambil njagong ke nikahan senior.

Jadi, pemilik rumah sewaan kami itu adalah sepasang suami istri. Istri nya galak dan sangat perhitungan, bahkan mungkin bisa dikategorikan sebagai dzolim. Dan bapak (suaminya) sekilas sih terlihat baik dan mengayomi tapi ternyata di balik itu dia memiliki hobi yang menakutkan. Awalnya gua diberi tahu oleh ex-penghuni rumah depan kami. Panggil saja dia Kak Meri. Kami tiba-tiba dekat karena sama-sama menyukai kucing dan Kynos juga pernah nginap di rumah nya sekali.

Suatu sore kak Meri bilang, "Dek, gimana udah dapat kontrakan baru?" 

"Belum kak."

"Atau kalian masih mau lanjut di sini?"

"Iya kak, mungkin lanjut sebulan dulu baru nanti sambil cari-cari." Padahal besoknya gua langsung menyerbu grup facebook.

"Oh~ aku cuma mau bilang, tapi kamu jangan bilang ke siapa-siapa ya kalau tau nya dari aku."

"Kenapa tuh kak?"

"Kalian kayaknya bakal ditawari Ibu buat pindah ke rumah yang ini." Sambil menunjuk rumah paling besar di tempat itu. "Tapi jangan mau karena aku udah berkali-kali mergokin Bapak ngintipin orang mandi."

Gua kaget. "Hah yang bener kak?!"

"Iya beneran! Aku lihat sendiri, kalau Bapak pagi-pagi dan sore-sore datang buat nyalain air, dia pasti nginjen (ngintip sebentar) ke dalam sana. Mbuh dekne ngintip apaan. Jangan mau lah kalau kalian ditawari."

Sejak saat itu gua dan Tata jadi was-was kalau ada Bapak. Lagi pula, sebelum gua tahu kalau dia adalah pemilik rumah, gua sudah curiga dari garis wajahnya agak sedikit berbeda. Lalu tibalah saatnya ketika Tata -yang kamarnya dekat dengan jendela luar, melihat Bapak sedang mengintip. Tapi karena panik, tidak sempat mencari bukti. Kami hanya bisa bergumam.. jancuk

Tadi malam sepulang dari belanja di swalayan membeli sayur, mencari buah, dan membeli makan untuk Kynos gua datang dengan mengendap-endap. Karena gua yakin kalau Kynos ada di belakang pintu sedang menantikan kesempatan untuk pintu dibuka dan dia akan pergi ke luar. Setelah memarkir motor, gua mengangkat jemuran terlebih dahulu. Tapi gua mengintip-intip ke arah jendela karena ya was-was itu tadi.

Iseng-ly, gua menengok ke atas rumah paling besar yang di atas nya ada tandon air. Di sebelah tandon gua melihat bayangan hitam. Astaghfirullah apaan tuh, karena perasaan gua nggak enak. Rasanya 'sesuatu' itu sedang berdiri dan melihat ke arah gua. Gua lihatin balik lah! Gua mendongak agak lama, mungkin sekitar 10 detik, bayangan itu sedikit bergerak tapi gua kurang yakin karena tersamar dengan gelapnya langit.

Tiba-tiba senter menyorot dari atas. Anjir si Bapak. "Baru pulang dek?" Katanya basa-basi.

"Iya pak, hehe." ketawa seadanya. 

Kemudian Bapak cepat-cepat turun dan bicara sendiri, "Tadi nunggu nyalain air. Temen nya tidur?"

"Iya." gua jawab. Karena was-was juga kan kalau dijawab sedang sendiri, ya memang gua nggak sendiri kok kan ada Kynos. 

Kemudian Bapak naik lagi dan gua masuk rumah. Tapi gua terus memerhatikan gerak-geriknya dari balik jendela dengan hape di tangan, siapa tahu malam ini orang ini berniat melakukan hal bejat lagi. Tapi untungnya ada suara motor dan orang baru datang, turun lah Bapak cepat-cepat tanpa sempat mengintip. Mungkin.

Hal yang membuat gua agak ngeri adalah.. ketika gua melihat ke atas dan mengamati sekitar 10 detik itu, berarti gua pandang-pandangan sama dia. Mungkin dia pikir gua nggak bakal sadar kalau ada orang. Jadi dia berusaha diam dan menunggu sampai gua mengalihkan pandangan. Sayang, gua senekat itu dan sepenasaran itu.

So, sudah berapa lama dia berdiri dan mengamati gua dari atas sana? Merinding gak sih kalau lo diamati oleh orang yang diketahui memiliki hobi aneh dan nyeleneh? Dan kebetulan waktu itu.. rumah besar yang selalu diintip sama Bapak memang penghuninya sedang mandi. Terdengar suara gebyar-gebyur. Wah gila sih, pas banget timing nya..

-tamat.



Rabu, 14 Agustus 2019

Bukan salah siapa-siapa!

Hai, di kesempatan penulisan kali ini gua ingin bercerita tentang hal kurang mengenakkan yang terjadi pada gua. Kenapa sih akhir-akhir ini sering banget kena nasib yang kurang beruntung? Kata orang oh mungkin tidak kuat berdoa nya atau lalai dengan perintah-perintah Allah. Ah elah lur.

Sebagai manusia, warga negara, dan masyarakat yang memiliki mata-hidung-mulut dan jemari untuk berjulid tentu kita semua akan menggunakan semua anugerah itu sebagaimana mestinya, bukan? To the point saja, kemarin gua sedang ada masalah salah paham dengan rekan kerja. Masalahnya sepele kalau yang bersangkutan memiliki hati sebesar dan seluas stadion gelora bung karno. Sayangnya, tidak. 
Hari senin kemarin orang ini kita sebut saja dia adalah Mina tiba-tiba datang ke kantor dengan wajah yang merah-merah dan putih kelewat putih. Untuk beberapa saat gua hanya melihat dan mengabaikan, karena pada dasarnya memang tidak ada urusan apalagi keperluan menghujad. Toh kami beda lantai dan bukan best friend, jadi whatever you do lah girl.

Tapi entah kenapa hari itu gua dan beberapa orang sedang berkumpul di sekre sambil membicarakan banyak hal. Lalu tiba-tiba entah siapa yang memulai, kami jadi ngomongin tentang Mina dan permainan makeup nya. "Eh si Mina emang lagi ada yang beda ya?" Kemudian ditanggapi yang lainnya;

"Iya tadi aku lihat dia terus kubilang pipi mu merah banget min!"

"Ho oh, makanya kok rada beda tuh apa, ternyata makeup nya toh yang beda."

"Mungkin dia sedang belajar."

"Itu nggak ada yang ngasih tau kalau makeup nya terlalu menor?"

"Nggak ah, nggak enak aku."

"Ya udah kalau gitu, aku aja entar yang ngomong."

Begitulah. Atas dasar rasa peduli dan sok mengerti gua sebagai orang yang sedikitnya mengerti makeup pun ingin mencoba mengatakan pada Mina kalau riasan yang dia gunakan ke kantor hari itu begitu terlihat meblok-meblok. Daripada nanti orang lain yang bilang dan kesan nya jadi lebih rude, kan lebih baik sesama wanita yang mengerti tentang hal itu, kan?

Tapi ternyata terjadi kesalahpahaman diantara gua dan Mina. Tiba-tiba Tata ngechat gua bilang, "Bro, lu pake ilmu apa kok tiba-tiba si Mina cerita ke gua habis dibilangin menor sama kak Sally? Perasaan semalem kita berdua doang yang ngomongin ini. Horor lu sumpah!"

Memang semalam gua ngobrol dengan Tata untuk ngomongin ini ke Mina langsung. Dan DHUAR! Kenapa endingnya bisa begini? Tata pun bingung. Dia mengira gua punya kekuatan magic. Memang lu pikir gua mbah dukun?

Singkat cerita ternyata ada orang ketiga yang menyampaikan obrolan kami siang itu ke Mina, tetapi ditangkap dan (atau) mungkin diterima oleh Mina secara mentah-mentah. Alhasil Mina merasa gua ngatain dia di belakang. Jahat banget gitu lah image yang diceritakan oleh Mina tentang gua. Ngeri juga nih kalau punya senior yang sifatnya seperti gua. 

"Kalau gua dibikin status sama Mina, besok nya gua samperin." dan benar saja! Pulang dari nonton gua lihat di instagram Mina mengupdate foto dan isinya adalah curahan hati yang kalau dibaca lebih dalam lagi sih menjurus ke gua. Ya sudah, karena memang sudah terlanjur paginya gua menemui Mina dan meluruskan selurus-lurusnya apa yang sebenarnya terjadi.

Pertama karena gua tidak ingin ada salah paham diantara kami. Kedua karena gua peduli dengan nama baik gua sendiri. Karena yeah jadi tukang julid dan ngomongin di belakang tuh bukan gua banget sebenarnya! Kalau memang 'sayang' dan peduli sama orang, apalagi ngomongin tentang penampilan.. I'll do it secretly dan nggak di depan umum gitu loh! Gua ngerti perasaan orang lain. Dan kemarin di sekre kami ngobrolin tentang dia pure kami bertukar opini. Jika Mina ada di tempat itu, langsung lah nggak perlu nunggu nanti-nanti lagi.

Kesalahpahaman datang dari orang ketiga yang kesannya mengadu domba antara gua dan Mina. Meskipun setelah ditelusuri, tidak ada yang salah. Ini murni karena Mina terlalu over thingking dengan apa yang dikatakan this third person. Padahal sepengakuan orang ketiga dia tidak hanya mengatakan nama gua, tetapi juga namanya sendiri dan yang lainnya. Oh mungkin Mina sudah berpikiran buruk tentang gua, kan gua ni wajahnya cocok dijadikan tokoh antagonis level 15.

Ketika gua meluruskan di hadapan Mina, gua berusaha menahan suara agar tidak ngegas dan menata bahasa yang mau gua sampaikan. Karena kalau di loss mungkin semua kalimat akan keluar dan timeline nya jadi berantakan. Gua tidak minta maaf karena gua merasa tidak salah hanya perlu meluruskan, agar di kemudian hari tidak muncul penyakit-penyakit lainnya yang bisa mengganggu hubungan pekerjaan.

"Ya walaupun kita nggak sering keep in touch, tapi suatu saat nanti kita pasti saling butuh. Aku butuh kamu, kamu butuh aku. Jadi siapa tahu kita besok sering keep in touch." Itu kalimat penutup yang gua bilang ke Mina yang katanya tidak pernah berurusan dengan gua.

Gua anggap masalah ini clear, dan urusan Mina dengan orang ketiga itu sudah bukan ranah gua lagi. Silahkan diselesaikan sendiri, gua cukup tahu saja. Lega akhirnya semalaman menahan emosi sampai wajah gua memanas karena amarah. Ngunyah es batu saja tidak bisa meredakan panasnya. Di posisi ini gua berusaha untuk bersikap legowo karena secara teknis gua jauh lebih tua dari Mina, dan istilah yang waras ngalah itu tetap menjadi tuntunan dalam setiap perselisihan.

Sebenarnya dalam bermasyarakat dan bersosialisasi di era yang sungguh canggih ini semua orang bebas berkomentar. Ketika kamu melakukan suatu hal pasti ada risiko untuk dikomentari oleh netizen. Siapa netizen? Gua netizen. Elu juga netizen! Bahkan yang diomongin pun juga netizen! Kita semua netizen, gewla! Jadi kalau lu melakukan hal nyeleneh atau heboh atau beda dari rutinitas yang biasanya dan berharap tidak dikomentari? Jangan jadi makhluk hidup.

Gua pun tidak luput dari omongan orang. Entah di luar sana mereka bicara tentang apa. Mungkin tentang masa lalu gua, tentang keluarga gua, tentang penampilan gua.. semua itu bahan. Tergantung bagaimana lu mau menanggapi nya. Sebagai masukan kah atau sebagai hinaan? Toh kalau netizen menghina, menilai, dan megkritik kalau kita nggak suka/setuju ya tinggal nggak usah didengar, kan? Susah amat.

Di sini gua menyimpulkan banyak hal. Tidak semua orang dikaruniai dengan kemampuan menahan emosi yang baik. Emosi yang meledak-ledak ini bisa membuat diri sendiri atau orang lain terluka. Kedua, berbicara dengan orang yang memiliki sensitiftas hati yang tinggi harus dibarengi dengan kesabaran yang luar biasa. Ketiga, gua bersyukur karena sudah melewati masa-masa alay yang menulis kegelisahan hati apalagi dengan maksud untuk menarik perhatian di sosial media. Keempat, berkomunikasi secara langsung adalah cara paling tepat untuk menyampaikan pendapat, kegelisahan, dan emosi. Karena ketika bertemu langsung, kita bisa menilai emosi lawan bicara. Jangan lah mbok pisan-pisano adu pendapat lewat chat. Masalah akan berlipat ganda.

Mungkin itu yang mau gua share. Terima kasih!

CIAO!

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...