Halaman

Senin, 18 Februari 2019

Juancuk!


WARNING! POSTINGAN INI MENGANDUNG UNSUR HINAAN DAN CACIAN. BAGI YANG MEMILIKI KEPRIBADIAN LEMBUT HARAP MUNDUR PERLAHAN.

“Anjing! Emang nggak tau diri ya dia, goblok. Masa siomay gua tinggal sebiji dimakan juga, bangsat! Anjing emang anjing ngentot!”

SEE? Are you ready to read this?

Okai. Terima kasih.

Jadi, akhir-akhir ini aku sedang menghadapi banyak situasi yang mustahil untuk aku tidak mengumpat, itu impossible. Ada aja kejadian yang benar-benar njengkeli sampai mungkin kalau digabung-gabung, tingkat kemangkelan di dalam kepala dan hatiku ini sudah sebesar mobil avanza. Kenapa mobil avanza? Gede aja.

Technically, aku bukan pengumpat, yang dikit-dikit kalau ngomong diselipkan kata umpatan, misalnya.. “Eh itu bagus banget anjir ish mau dong!” seperti temanku yang anak jekardah. Dulu, waktu aku kuliah banyak sekali orang-orang yang ngomongnya pake sisipan ‘anjir’ ‘anjing’ ‘bangsat’ ‘shit’ ‘fuxk’ dan kata umpatan yang menurut mereka keren.

Terakhir aku terdistrac dengan awkarin yang isi vlog nya mengumpat. Sebelum awkarin berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Kalau awkarin jaman dulu, kalau kalian nonton vlog nya yang main ke mall, main ke club malam.. awkarin dan teman-temannya 24/7 ngomong umpatan. Tapi kalau sekarang sih sudah mendingan, dia sudah menjadi dirinya sendiri.

Kembali ke topik.. 

Karena aku bukan seorang pengumpat, makanya aku kadang risih dengan orang-orang yang kalau ngomong pakai sisipan-sisipan itu. Rasanya aku ingin menghindar dan menghilang, gitu. Sebab, dulu aku pernah tidak sengaja kembali ke rumah untuk waktu yang cukup lama, dan sepertinya kebiasaan di kampus ngomong ‘anjir’ ini terbawa. Terdengarlah kata ‘anjir’ itu oleh ummiku, kemudian dia nyaris menampuk bibirku, sambil melotot.. “Kamu ngomong gitu lagi, beneran ummi tampluk lambemu.” Menunjukkan bahwa keluarga saya tidak hobi mengumpat.

Waktu itu aku takut.

Nah, beda sekarang. Aku memang bukan pengumpat, tapi sekali-kali ngumpat itu enak. Beneran enak. Ketika boss memberikan kerjaan yang luar biasa impossible nya, atau ketika aku mau pulang, sudah menyangklong tas, tapi beliau manggil.. “Rahma.. eh Salma..” nah saat itu lah aku tiba-tiba berbisik “Juancuk.” Lega gitu. Mungkin akan lebih lega kalau ngomong di depan mukanya, tapi jangan, aku masih cinta kantor ini.

Ada buanyak sekali kata umpatan di dunia ini, dalam berbagai bahasa. Tapi menurutku paling mantep kalau ngumpat pakai bahasa jawa. Karena aku orang jawa, dan ngatain dengan bahasa jawa itu wenake ra karuan. “Wooo lha shilet.” Begitu lah kira-kira. Tapi terserah ya, bebas kalian ingin mengumpat dengan bahasa apa, asal jangan bahasa tubuh, susah.

Beda loh ya ngatain orang dengan ngumpat. Ngumpat is alright because we ngomong sama diri sendiri, atau ngomong ke situasi yang pantas diumpati. Selama ini aku nggak pernah ngomongin ke manusia, “Si goblok itu..” nggak. Dan suatu hari, temanku nyeletuk di grub.. posisinya memang aku salah. Tapi sebagai wong jowo aku merasa dia tidak pantas mengatakan hal itu, meskipun dia bilang itu biasa aja karena dia biasa ngomong itu sama kawanannya. “Tapi apa yang abang bilang ke aku itu jelas-jelas seperti abang ngatain aku, ngatain ndasku.. kasar bang jangan gitu.” Seperti itu lah.

Mbokku wae ora tau ngonekke aku sing elek-elek, mergane omongan iku doa. Lah ini aku dionekke “ndasmu” kan aku sedih. Salah apa aku sampai dikatain begitu, hatiku tuh rapuh serapuh menara pasir. IWH.

Ngumpat atau cursing ini jelas-jelas dosa gais. Aku tidak tahu hadis dan dalil nya gais, tapi ada. Cuma aku malas mencari. Tapi itu ada. Dan temanku pernah suatu hari berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak cursing.. tapi lima menit kemudian hapenya jatuh dan dia.. “shit!”, gagal.

Terkadang ketika kita tidak mau mengumpat, ada saja hal yang memang enak untuk dihujat dan dikatain. Kondisi dimana kita lidahnya jadi licin dan mudah tergelincir untuk mengatakan hal-hal seperti itu. Bangsat.

Kata-kata sisipan itu juga bukan hanya untuk mengeskpresikan kekesalan aja gais, tapi juga bisa sebagai ungkapan rasa kagum, hebat banget, atau ketika kalian sedang bahagia, kata sisipan yang sebenarnya jelek itu bisa jadi enak didengar. “Anjir itu bagus banget tas lo, gilak beli dimana? Buset murah banget bangsat, kenapa lo nggak ngajakin gue?” atau, “Sianjing! Gue lolos audisi putri indonesia bangkeee bangkeeee gua nggak nyangka niih! Mampus mati gue, belum filler bibir, fuxk!”.

Kinda like that.

Aku dari yang awalnya risih mendengar itu, pun lama-lama jadi ‘terbiasa’ untuk mendengar. Astaghfirullah, salma. Kadang aku ya hanya bisa bergumam, “ya Tuhan maafkan saya karena mendengarkan kata-kata ini lewat kupingku”. Seperti itu.

Pernah suatu hari, temanku kepergok sedang mengumpat kemudian di dengar oleh orang yang benar-benar ‘penting’ kemudian dia ketakutan sampai menghilang dari kerumunan orang berminggu-minggu. Itulah sebabnya, ketika mengumpat kita harusnya mengatakan hal itu dengan lirih. Ojo seru-seru seperti dunia ini milik kamu seorang. Kan ada orang lain yang dengar.

Lalu, siapa bilang mengumpat itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki moral?

Mengumpat bukan masalah moral.

Jangan bawa-bawa urusan itu ke sini. Karena sesungguhnya itu sudah beda haluan. Aku yang awalnya tidak suka mengumpat, tetapi ketika berada di lingkungan yg penuh dengan orang-orang yang suka mengumpat.. perlahan aku tertular. Meskipun tidak separah mereka, tapi sedikit demi sedikit itu ada.

So, what’s the point of this post?

Aku cuma ingin berbagi cerita aja sih gais, kalau aku juga pada hakikatnya adalah manusia biasa yang pasti memiliki salah dan berbuat dosa. Jadi mari sama-sama kita beristighfar dan mencoba utk tidak menggunakan kata-kata kotor itu. Hihi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH THANKS AND GOMAWO

Diagnosa yang terlalu dini, Alzeimer?

Hi guys~ Selamat datang kembali ke blog amatir ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk bergabung dengan gue disini, menuli...